Secara medis aborsi berarti pengeluaran kandungan sebelum berumur 24 minggu dan mengakibatkan kematian.Aborsi dilakukan biasanya karena kehamilan yang tidak dinginkan atau bisa juga karna kehamilan yang bermasalah sehingga mau tidak mau harus segera digugurkan.Sebelum melakukannya penting untuk menyadari apa saja resiko aborsi serius yang mungkin timbul.
Resiko Aborsi Bagi Kesehatan
Efek samping yang umum dan bisa segera muncul pasca aborsi termasuk sakit perut dan kram, mual, muntah, diare, dan bercak darah. Di luar ini, efek aborsi dapat menyebabkan masalah yang lebih berbahaya. Sekitar 10 persen pasien aborsi menderita komplikasi segera, dan seperlimanya termasuk kasus yang mengancam nyawa.
Perdarahan Berat
perdarahan berat melalui vagina adalah salah satu resiko yang sering terjadi setelah aborsi.Pendarahan terjadi karena leher rahim robek dan terbuka lebar. Perdarahan berat juga lebih berisiko terjadi jika masih ada jaringan janin atau ari-ari yang tertinggal di dalam rahim setelah aborsi.
Kemungkinan yang terjadi:
- Adanya gumpalan darah/jaringan yang lebih besar dari bola golf
- Berlangsung selama 2 jam atau lebih
- Aliran darah yang deras sehingga membutuhkan Anda mengganti pembalut lebih dari 2 kali dalam satu jam, selama 2 jam berturut-turut
- Perdarahan berat selama 12 jam berturut-turut
Infeksi
Infeksi terjadi karena leher rahim melebar selama proses aborsi yang diinduksi obat aborsi yang kemudian menyebabkan bakteri dari luar masuk dengan mudah ke dalam tubuh, memicu timbulnya infeksi parah di rahim, saluran tuba, dan panggul.Kondisi ini biasa ditandai dengan munculnya keputihan yang berbau, demam, dan nyeri yang hebat di area panggul.
Kerusakan pada rahim dan vagina
Bila tidak dilakukan dengan benar, aborsi dapat menyebabkan kerusakan pada rahim dan vagina.Hal ini terjadi karena leher rahim robek akibat penggunaan alat aborsi. Kerusakan dapat berupa lubang maupun luka berat pada dinding rahim, leher rahim, serta vagina.
Gangguan Kesuburan
Setelah aborsi, risiko gangguan kesuburan tetap ada jika pasien mengalami perdarahan parah, infeksi pada rahim yang tidak ditangani, atau kerusakan dinding rahim.
Selain dapat menimbulkan masalah kesuburan, hal-hal tersebut juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik dan persalinan prematur di kehamilan berikutnya.