fbpx
Senin - Jumat08:00-14:00Sabtu08:00-13:00Call us 081336865595

Ketidaksuburan Global: Tantangan yang Kian Mendesak dalam Kesehatan Reproduksi Dunia

June 4, 2025 by markbro0
artikel-2023-11-06T091239.391.png

Ketidaksuburan kini menjadi perhatian serius dunia. Berdasarkan laporan terbaru yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 4 April 2024, sekitar 17,5 persen populasi orang dewasa di seluruh dunia yang setara dengan satu dari enam orang mengalami masalah infertilitas. Fakta ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk memperluas akses terhadap layanan kesuburan yang berkualitas dan terjangkau bagi semua kalangan.

Laporan bertajuk Infertility Prevalence Estimates, 1990–2021 disusun oleh Program Penelitian Reproduksi Manusia (HRP), sebuah inisiatif di bawah naungan PBB. Data yang dihimpun menunjukkan bahwa prevalensi ketidaksuburan hampir setara di berbagai belahan dunia, tanpa memandang tingkat pendapatan negara. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, prevalensinya tercatat sebesar 17,8 persen, sementara di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mencapai 16,5 persen. Temuan ini memperkuat kenyataan bahwa infertilitas adalah masalah universal yang menyentuh banyak aspek kehidupan.

Infertilitas sendiri didefinisikan sebagai kegagalan untuk mencapai kehamilan setelah 12 bulan atau lebih melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. Kondisi ini bukan hanya persoalan medis, melainkan juga sosial dan emosional. Individu atau pasangan yang mengalami ketidaksuburan kerap menghadapi tekanan psikologis, stigma dari lingkungan, hingga beban finansial yang tidak sedikit.

Meskipun tersedia teknologi medis seperti fertilisasi in vitro (IVF) atau bayi tabung, akses terhadap layanan tersebut masih jauh dari merata. Biaya yang tinggi, keterbatasan infrastruktur, serta norma sosial yang membatasi, menjadi hambatan utama bagi banyak orang untuk memperoleh perawatan yang layak.

Di banyak negara, biaya pengobatan infertilitas masih sepenuhnya menjadi tanggungan pribadi. Hal ini menciptakan ketimpangan akses yang dalam dan membuat keluarga berpenghasilan rendah semakin rentan terhadap jerat kemiskinan medis.

Sebagai respons terhadap berbagai tantangan ini, HRP telah memfokuskan upayanya pada pengembangan kebijakan dan pendekatan kesehatan reproduksi yang lebih merata dan inklusif. Salah satu perhatian utama adalah pencegahan dan penanganan perdarahan pasca-persalinan (PPH), yang hingga kini masih menjadi penyebab utama kematian ibu. Inisiatif terbaru HRP, yakni paket pengobatan E-MOTIVE, telah diuji coba terhadap lebih dari 200 ribu perempuan di sejumlah negara Afrika. Hasilnya menunjukkan penurunan signifikan hingga 60 persen dalam risiko perdarahan berat dan kematian akibat PPH.

Dalam konteks layanan aborsi, HRP juga telah merilis panduan klinis WHO terbaru tentang praktik aborsi yang aman dan berkualitas. Panduan ini dilengkapi dengan dukungan teknologi digital serta pelatihan daring bagi tenaga kesehatan, seiring dengan fakta bahwa hampir 73 juta aborsi terjadi setiap tahun secara global dan hampir separuhnya dilakukan secara tidak aman.

Upaya lain yang tengah dikembangkan adalah peningkatan akses terhadap layanan kesehatan berbasis perawatan mandiri (self-care), seperti penggunaan tes kehamilan mandiri, obat-obatan aborsi, serta kontrasepsi suntik yang dapat diberikan secara mandiri. Inovasi ini diharapkan mampu memperluas jangkauan layanan kesehatan seksual dan reproduksi, terutama bagi komunitas yang hidup di daerah terpencil atau mengalami hambatan akses layanan medis.

Pemberdayaan tenaga kesehatan juga menjadi salah satu pilar utama dalam upaya HRP. Program pelatihan berbasis digital kini tersedia bagi petugas kesehatan, khususnya yang menangani layanan pasca-aborsi, perawatan korban kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga, serta pencegahan praktik mutilasi genital perempuan. Dengan meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan, diharapkan kualitas layanan semakin meningkat dan dapat menjangkau kelompok rentan secara lebih efektif.

Indonesia sendiri menjadi salah satu negara yang telah menunjukkan komitmen kuat dalam peningkatan layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Selama periode 2018 hingga 2023, pemerintah bekerja sama dengan mitra internasional untuk menjalankan program Better Sexual and Reproductive Health and Rights for All in Indonesia (BERANI). Program ini bertujuan memperkuat pemenuhan hak-hak seksual dan reproduksi bagi perempuan dan anak muda di seluruh Indonesia.

Hasil dari program BERANI cukup menggembirakan. Lebih dari 20 kebijakan, strategi advokasi, dan peta jalan telah dikembangkan. Klinik-klinik swasta diperkuat agar mampu menyediakan layanan yang ramah remaja. Ribuan anak muda memperoleh pendidikan seksualitas yang komprehensif serta informasi penting mengenai manajemen kebersihan menstruasi. Tak hanya itu, pelatihan bagi para pembuat konten digital juga turut dilakukan, menghasilkan konten edukatif yang telah menjangkau lebih dari 600 ribu remaja di seluruh Indonesia.

Memasuki tahun 2025, perhatian terhadap isu infertilitas dan kesehatan reproduksi tidak boleh surut. Isu ini bukan hanya soal kemampuan biologis untuk memiliki anak, tetapi juga menyangkut hak asasi manusia, keadilan sosial, dan kesejahteraan keluarga. Untuk itu, diperlukan komitmen global yang berkelanjutan, baik dalam bentuk kebijakan, pendanaan, maupun kesadaran kolektif, agar semua orangntanpa memandang status sosial dan ekonomi, semua dapat menikmati hak atas kesehatan reproduksi yang layak, aman, dan manusiawi.

Jika Anda membutuhkan bantuan seputar program hamil, mengatasi infertilitas, dan program bayi tabung, Anda bisa kunjungi Signum Fertility Clinic untuk mendapatkan pelayanan yang Anda butuhkan.

Untuk informasi lebih lanjut bisa hubungi kami di:

081336865595

Atau kunjungi langsung Signum Fertility Clinic di Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No.31-35, Pacar Keling, Kec. Tambaksari, Surabaya


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Copyright by SignumFertility 2025. All rights reserved.